22
November 2013, 09:06
Di kepala banyak orang, koperasi
identik hanya sebagai unit ekonomi kelas dua. Sebuah jenis usaha yang tenggelam
di antara usaha lainnya. Koperasi hanya dipahami sebagai ajang simpan pinjam
dan tidak bisa menjanjikan keuntungan yang besar. Padahal potensinya bisa
sangat menjanjikan jika masyarakat jeli memanfaatkan.
Cerita kesuksesan koperasi
justru datang dari berbagai Negara di dunia. Ini karena memang koperasi lahir
dari Eropa di abad 19. DI tanah kelahirannya, terdapat Coop Nordic, koperasi
konsumen hasil merger 3 koperasi konsumen di 3 negara Skandinavia. Padahal,
ketiga koperasi tersebut sudah mencapai skala ekonomi raksasa di negaranya
masing-masing, yaitu Nerges Kooperative Landsforening (NKL) di Norwegia,
Kooperativa Förbundet (KF) di Swedia dan Fællesforeningen for Danmarks
Brugsforeninger (FDB) di Denmark. Secara keseluruhan, Coop Nordic menghimpun
sekitar 7 juta anggota perorangan. Coop Nordic mempekerjakan 28.290 karyawan
yang tersebar di tiga Negara dan mengoperasikan 3.000 outlet. Dari seluruh outlet
yang dioperasikan, koperasi mencetak volume usaha sekitar SEK 90 miliar per
tahun (SEK 1 sekitar Rp 1.521,4)
Di belahan dunia lain,
berdiri Fonterra pada tahun 2001, perusahaan gabungan dari koperasi-koperasi
susu terbesar di Selandia Baru. Kemudian, Fonterra ini menjadi salah satu
perusahaan susu terbesar did unia yang berbentuk koperasi. Dengan pabrik
pengolahan susu sebanyak 60 buah yang tersebar di berbagai Negara, sebagian
besar di Selandia Baru dan Australia. Koperasi yang dimiliki oleh lebih dari
11.000 orang peternak sapi perah Selandia Baru serta memperkerjakan karyawan
sebanyak 18.000 orang yang tersebar di berbagai Negara itu, mampu menjual
produknya senilai AS $ 8.792 juta.
Cerita hebat dari berbagai
Negara tersebut mengindikasikan potensi koperasi yang bisa diupayakan.
Hebatnya, perkembangan dari koperasi-koperasi tersebut berlangsung di Negara
dengan ekonomi kapitalis. Koperasi-koperasi tersebut tidak hanya mampu bersaing
dengan perusahaan-perusahaan besar non-koperasi, tetapi juga menyumbang
terhadap kemajuan ekonomi dari Negara-negara kapitalis tersebut. Seluruh
kesuksesan ini berakar pada keseriusan dalam mengusahakan. Ini datang dari
berbagai pihak baik pelaku maupun pihak otoritas.
Indonesia semestinya bisa
memunculkan kehebatan serupa. Negara ini sesungguhnya telah memberikan koperasi
tempat tersendiri dalam struktur perekonomian nasional dan mendapatkan
perhatian dari pemerintah. Sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 33 UUD 1945,
badan usaha yang paling sesuai dengan asas kekeluargaan adalah koperasi. Maka
sudah sangat jelas bahwa koperasi menjadi ketetapan system perekonomian Negara.
Dalam upaya meningkatkan
kesejahteraan masyarakatnya, Pemerintah Kota Surabaya melihat koperasi sangat
potensial. Ini membuat Ihwal Koperasi ini diusahakan dengan serius. DInas
Koperasi dan UMKM, sebagai tangan pemerintah kota mengupayakan program untuk
semua kalangan. Dari masyarakat umum yang belum paham koperasi atau pun yang
tertarik mendirikannya. Koperasi yang masih lamban, bahkan koperasi yang sudah berjalan
baik masih mendapat sentuhan.
Sebuah pepatah jawa berujar
sopo temen bakal tinemu, yang kurang lebih maknanya dipahami siapa yang serius
akan mendapatkan yang diinginkan. Barangkali itulah yang dipahami oleh
Pemerintah Kota Surabaya. Betapapun hebatnya potensi yang dimiliki oleh
koperasi, jika tidak diusahakan dengan serius tidak akan mendatangkan
keberhasilan sesuai yang diharapkan.
Sumber: Buku Profil
Koperasi dan UMKM 2012
Menurut saya:
Koperasi yang identik dengan sistem ekonomi kerakyatan
diyakini dapat menjadi alternatif untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
sosial ekonomi Indonesia oleh karena itu kita harus membangkitkan potensi besar koperasi yang ada di Indonesia. Akan tetapi, hingga saat ini gerakan koperasi di
Indonesia masih lebih dominan sebagai gerakan moral dibandingkan sebagai
gerakan ekonomi yang secara konkret mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi
para anggotanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar